Senin, 26 Maret 2012

MUHI ~ TO BE NUMBER ONE

Oleh Sumarjo, S Pd 

Kampus Darussakinah yang menyejukkan, Islami, dan unggul itu adalah Muhi, nama popular untuk SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Banyak orang mengira MUHI adalah singkatan dari sekolah muhammadiyah. Jadi ada Muhi 1, Muhi 2, Muhi 3 dst. Bagi anak Muhi pasti lucu mendengarnya, dan mereka akan protes! Intinya Muhi adalah SMA Muhammadiyah 1. (titik)! Kenapa anak Muhi bangga dengan sebutan Muhi? Karena Muhi nomor 1. Meskipun tidak Mutu? (maksudnya~Muhammadiyah 7) Muhi tetap nomor 1. Inilah potensi mendasar yang ada pada civitas akademika di kampus Muhi. Mereka ingin menjadi nomor 1, do the best, terdepan! Mulai dari Kepala sekolah, guru, karyawan, ikwam, dan tentu saja siswa semua ingin menjadi yang terbaik.
Motivasi untuk menjadi nomor 1 ini sesungguhnya modal luar biasa Muhi untuk benar-benar the best! Begitulah selalu tertanam dalam alam bawah sadar. Menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia seperti gunung es yang terapung di laut. Hanya 10% yang terlihat berada dalam kesadaran, dan 90% adalah potensi gunung es yang terendam di laut, yang disebut alam bawah sadar. Alam bawah sadar inilah yang akan membentuk kepribadian seseorang. Jadi potensi alam bawah sadar sebesar 90% inilah yang harus terus kita pupuk untuk kemudian menjadi karakter dalam diri kita do the best, dalam setiap aktivitas, baik sifatnya intelektual, seni, olah raga, kemasyarakatan, termasuk ibadah keagamaan. Karakter menjadi nomor 1 dalam mencapai sebuah prestasi tertinggi dalam kehidupan ini lebih mengacu pada sikap kedewasaan mental (maturity), lebih dimaksudkan pada konsistensi pada komitmen untuk mengerahkan segala yang terbaik.
Bagaimana membangun karakter ini? Pertama, pimpinan sekolah, dalam hal ini Kepala sekolah dan jajarannya sangat signifikan pengaruhnya. Salah satu tugas pimpinan adalah memberi visi atau arahan kepada anak buah. Mau di bawa kemana sekolah ini? Menjadi sekolah yang adem ayem, mapan, statis, tanpa gejolak! Toh sudah terkenal, tinggal menjaganya! Atau sekolah yang dinamis, melesat, berkembang, menjulang nun jauh tinggi dilangit? Atau sekolah yang nyaman dan dinamis, up to date, dan berprestasi dalam segala hal? Jika hanya mengandalkan adem ayem semua akan off to date, karena kompetitor kita sudah melesat, kita hanya bisa merenung dan tertinggal. Demikian juga jika orientasi sekolah hanya prestasi, prestasi dan prestasi! Sekolah hanya akan menjadi pabrik: bising, garing dan jauh dari nuansa humanis. Tentu pimpinan sekolah harus mampu memompa semangat seluruh keluarga Muhi, menunjukkan jalan, mendampingi, mensejahterakan, dan memberi keteladanan: kita adalah nomor 1! Sekolah yang nyaman huni, guru dan karyawan sejahtera, berprestasi siswanya, dan tetap islami dalam ridlo-Nya.
Kedua, guru sebagai ujung tombak jalannya proses pendidikan. Guru adalah gerbang pengetahuan bagi para siswa. Guru adalah pelita semua hiruk-pikuk persekolahan. Guru adalah embun segar segala kegalauan siswa. Guru jangan digurui, guru juga tidak mungkin dituntun untuk sekedar melangkah maju. Guru cukup diajak rembugan ketika suatu kebijakan diberlakukan. Kepada gurulah semua mata tertuju, menanti, bergantung, dan berharap. Marilah mencanangkan (berkomitmen) diri menjadi guru terbaik do the best. Guru yang cerdas, sholeh, gaul, matang, care, dan inspiratif serta tertib dalam segala tugas kedinasan dan kemasyarakatan.
Ketiga, karyawan sebagai kaki dan tangan bahkan darah dalam tubuh persekolahan. Beliaulah yang menjadi software dan hardware perangkat persekolahan. Keharmonisan guru-karyawan-siswa adalah keniscayaan untuk do the best. Jauhi kesenjangan, wujudkan sinergi yang chemist antara guru-karyawan-siswa. Menjadi karyawan bukanlah pelayan biasa, karena gurupun pada prinsipnya adalah pelayan siswa, Kepala sekolah pelayan bawahan, seperti juga pejabat negara adalah pelayan masyarakat. Sebagai karyawan, mestinya kita bisa menempatkan diri sesuai porsi. Bekerja sebaik mungkin sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan memberi pelayanan sebagai ibadah muamalah kita. Kita bisa meniru jargon di PKU Muhammadiyah, “layananku adalah ibadahku”. Apalagi kita di lingkungan pendidikan, yakni lingkungan investasi masa depan untuk generasi yang lebih baik dari kita di masa yang akan datang.
Keempat, siswa sebagai objek sekaligus subjek pendidikan. Sebagai objek karena siswa yang menjadi orientasi pelayanan di sekolah. Sebagai subjek karena siswalah yang menentukan keberhasilan, nama besar dan humas paling efektif kepada masyarakat tentang Muhi yang sesungguhnya. Menjadi no 1 mestinya sudah menjadi ‘rumus’ ketika seorang siswa mau masuk Muhi. Inilah potensi karakter yang belum benar-benar tergali oleh sekolah. Survei sederhana yang pernah penulis lakukan menunjukkan bahwa siswa Muhi mayoritas berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah keatas, penampilan yang berkelas, dan kemampuan intelektual yang cukup. Yang perlu disadari, bahwa siswa Muhi ini ribuan, dengan potensi yang beraneka ragam, dan kecerdasan multiintelligent. Mampukah sekolah (dalam hal ini manajemen sekolah dan guru) mengeksplorasi potensi luar biasa siswa kita ini?
Pendidikan kita belum sepenuhnya berhasil menggali potensi siswa. Jika seorang siswa berprestasi dalam sebuah even kejuaraan, (maaf!) bukan sepenuhnya andil dari guru. Keberhasilan ini lebih banyak karena bakat bawaan anak, latihan yang intensif, dan hoby yang menjadi kebiasaan. Bagaimana meningkatkan andil sekolah dalam menggali potensi siswa? (1) Sekolah harus mengagendakan lomba/ kejuaraan tingkat sekolah dalam semua bidang. Misal Liga Muhi di cabang olah raga, maka bidang seni (karya siswa, cerpen), intelektual (semacam CCA, Lomba karya ilmiah), sastra (pidato bahasa Arab, Inggris, Indonesia), dan lomba-lomba yang lain harus menjadi agenda rutin tahunan dan alokasi dana yang jelas. (2) Keberhasilan siswa dan guru selalu di tampilkan/disosialisasikan di forum upacara/apel, rapat, seminar sebagai wujud apresiasi sekolah. Hal ini akan memotivasi siswa atau guru lain untuk berprestasi. (3) memberi ruang dan kesempatan serta bimbingan kepada siswa untuk lebih menunjukkan eksistensi diri. Jangan terlalu mengekang kreativitas siswa. Banyak ide kreatif siswa yang kandas karena kurang komunikasi dengan sekolah. Siswa maunya begini, sekolah maunya begitu. Gak ketemu! Siswa SMA sesungguhnya memiliki energi luar biasa besar untuk berkiprah dalam masyarakat. Guru hanya perlu menekankan tanggung jawab dan kehati-hatian terhadap apa yang dilakukan siswa. (4) mengikutkan siswa dalam berbagai lomba yang dilakukan lembaga lain. Kesempatan untuk menjadi juara terbuka, dan ini merupakan pembelajaran ketrampilan hidup (life skill) yang luar biasa setelah nanti tamat dari sekolah. Membiasakan diri fastabiqul khoirot untuk menjadi yang terbaik.
Akhirul kalam, kepada siswa semuanya marilah potensi mendasar dalam diri selalu kita pupuk dengan banyak belajar, banyak bertanya, banyak berlatih, banyak membaca, banyak berdoa, dan banyak-banyak yang lain. Kepada guru, jika kita mampu menggali potensi dalam diri siswa, maka bakat terpendam yang terdapat dalam alam bawah sadar untuk menjadi nomor 1 tinggal memoles dan memompa dengan motivasi yang kuat niscaya mereka akan bersinar layaknya ‘SANG SURYA”.

 Guru Geografi SMA Muhi

Minggu, 20 Maret 2011

image to Japan

We must study with anyone. More better about Japan, we can study at there. Exercise: spirit to advance, how to cope of disaster etc. Now I have chance to go to Japan. I must prepare to learn English very well, e-learning, and my subjek. I god bless easyly, so sugest, guidance more I would expect.

Sabtu, 30 Januari 2010

komitmen pada tugas

Bisnis bagi guru kadang menggiurkan, namun mari kita 'bisnis' yang lebih menguatkan pada komitmen kita sebagai guru. OK!

Minggu, 06 Desember 2009

Proposal Sang Juara 09

Berikut proposal media inovasi tingkat nasional. Ayo teman-teman yang mau gabung disini
Nee punya Pak Taufik dari Depok yang tahun 2009 kemarin juara 1

Keren lho
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan di Ujian Sekolah pada setiap akhir tahun pelajaran yang juga ikut menentukan predikat kelulusan setiap siswa SMP, karena dari pelajaran IPS tersebut diharapkan siswa mampu meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah sosial disekitarnya serta mampu menerapkan ilmu yang mereka dapat dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga penguasaan terhadap materi pelajaran IPS perlu mendapat perhatian khusus.
Permasalahannya, terkait dengan pembelajaran IPS yang selama ini berjalan terlalu monoton dan cenderung membosankan bagi siswa. Kegiatan sehari-hari siswa didominasi oleh kegiatan menulis, mencatat, mendengarkan guru menerangkan. Semua itu adalah aktivitas yang dilakukan oleh otak kiri (OKI) saja (Sutanto Windura, 2008: 7)
Lebih lanjut dijelaskan bahwa perlakuan yang ”salah” terhadap otak akan menyebabkan gangguan-gangguan dalam belajar atau bekerja. Pada siswa akan timbul masalah yang bermacam-macam, namun sudah kita kenali polanya selama ini, antara lain, tidak bisa konsentrasi, tidak paham apa yang dipelajari, mudah lupa apa yang sudah diingat sebelumnya, otak merasa “penuh” sehingga tidak bisa belajar lebih banyak lagi.
Selain itu, hal yang menjadi hambatan selama ini adalah pembelajaran IPS oleh guru seringkali dikemas dengan cara yang konvensional atau tradisional yang selalu melaksanakan rutinitas yang cenderung mengendapkan kreativitas serta seperti menutup mata terhadap perkembangan IPTEK yang sebenarnya memberi kemudahan dalam konteks penyampaian materi pelajaran, namun semua itu seperti terabaikan begitu saja. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah menurut sebagian peserta didik bahwa guru-lah salah satu faktor penyebab sulitnya mereka belajar, atau guru-lah yang menyulitkan. Ketidakseimbangan aspek how to learn dan what to learn menyebabkan belajar bukanlah aktivitas yang menyenangkan bagi siswa. Hasilnya siswa tidak dapat menunjukkan kemampuan terbaik otaknya dalam prestasi akademiknya. Dan kalau hal ini terus berlanjut maka tujuan pengajaran IPS yang telah disampaikan di atas tidak dapat tercapai.
Atas dasar semua itu, perlu adanya upaya-upaya agar segala hambatan yang selama ini berlaku dapat segera diatasi. Upaya-upaya yang mampu mengkondisikan guru dan siswa mampu keluar dari ‘zona nyaman’-nya selama ini. Salah satu cara agar pembelajaran IPS dapat berlangsung dalam suasana aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) adalah penggunaan Mind Map (peta pikiran) oleh guru dalam penyampaian pelajaran IPS yang didukung penggunaan teknik Course Review Bingo sebagai alat evaluasinya. Strategi ini disinyalir akan lebih mampu memberdayakan potensi otak para siswa atau dengan kata lain mengoptimalkan kapasitas otak para siswa melalui keseimbangan otak kiri (OKI) dan otak kanan (OKA). Sehingga pembelajaran diharapkan dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tindakan kelas untuk membuktikan bahwa melalui Mind Map (peta pikiran) dan course Review Bingo oleh guru dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya kelas IX di SMPN 14 Depok.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan situasi di atas, kondisi yang ada saat ini adalah
a. Guru belum kreatif dan cenderung mempertahankan suasana pembelajaran yang membuat siswa jenuh dan bosan.
b. Guru kurang mengikuti perkembangan teknologi.
c. Siswa cenderung tidak termotivasi dan mudah lupa terhadap pelajaran.
d. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana menerapkan Mind Map dan Course Review Bingo agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas IX di SMPN 14 Depok?
b. Apakah penerapan Mind Map dan Course Review Bingo dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas IX di SMPN 14 Depok?



D. Cara Memecahkan Masalah PTK
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini, yaitu penerapan Mind Map dan Course Review Bingo. Dengan penerapan ini, hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS akan meningkat.

E. Hipotesis Tindakan
Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Melalui kedua siklus tersebut dapat diamati peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :
Dengan diterapkan Mind Map dan Course Review Bingo dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.

F. Tujuan PTK
a. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS kelas IX SMPN 14 Depok.

G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari PTK, antara lain:
a. Siswa termotivasi dan tidak bosan untuk belajar IPS.
b. Guru menemukan cara mengajar yang efektif dan menyenangkan.

Selasa, 24 Maret 2009

Andalan Geografi

ANDALAN ILMU GEOGRAFI

Geografi dalam berbagai kesempatan dianggap sebagai ilmu yang banci, IPA bukan IPSpun nggak. Ada wacana Geografi dihapus saja, diganti menjadi ilmu Indografi, atau diintegrasikan dengan ilmu lain seperti sejarah dan ekonomi serta sosiologi sehingga menjadi IPS terpadu. Kebijakan terakhir, geografi menjadi sub atau komponen dari Ilmu Pengetahuan Sosial. Kebijakan ini pasti sudah melalui kajian yang mendalam oleh pakar dan ilmuwan yang kompeten. Tulisan ini bukan untuk menentang kurikulum yang ada, namun mencoba membuka dialog ilmiah. Mau kemana ilmu geografi?

Kita coba berfikir analogis, seperti ilmu biologi yang dulu disebut ilmu hayat yakni ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup dalam anatomi dan perkembangannya. Biologi termasuk dalam ilmu eksak dan dalam rumpun Ilmu Alam. Biologi dipandang sangat penting bagi Ilmu kedokteran, farmasi dan pelestarian lingkungan hidup. Aplikasinya ilmu biologi merupakan ilmu untuk mempelajari dan menyembuhkan berbagai penyakit (disease).

Sementara geografi, sebagai ilmu apa? Dahulu geografi disebut sebagai ilmu bumi, yakni ilmu yang mempelajari tentang eksistensi dan fenomena yang ada dan terjadi di permukaan bumi. Bukankah ini sesuatu yang eksak? Eksistensi bumi jelas eksak, riel dan nyata. Di kupas dari fenomena alam, jelas permukaan bumi memiliki beraneka ragam fenomena, baik yang alami maupun rekayasa campur tangan manusia. Seharusnya ilmu geografi merupakan basic dalam eksplorasi dan pengelolaan alam.

Belum lagi kondisi fisik Indonesia yang sangat kompleks dengan berbagai kenampakan alam dan fenomena bencana alam.Dapatkan ilmu geografi mendiskripsikan, menjelaskan,mengevaluasi, memetakan, menganalisis dan memprediksi serta mengantisipasi juga memulihkan potensi bencana alam yang ada di sekitar kita? Mampukah ilmu Geografi mengakomodir rasa pengetahuan masyarakat dari berbagai kompleksitas tersebut? Mengakomodir dalam proses perencanaan pembangunan, penataan lingkungan alam, sampai pada evaluasi dan pemulihannya. Jika geografi mampu menjawab tantangan ini, maka geografi akan menjadi ilmu yang paling dibutuhkan dan disukai masyarakat. Belajar ilmu geografi akan bermanfaat bagi siswanya agar mereka lebih memahami potensi baik dan potensi negatif lingkungan di sekitarnya.

Bagi masyarakat geografi, kita punya fakultas geografi di beberapa universitas yang bertugas mengemabangan ilmu geografi. Kita juga punya Ikatan Mahasiswa Geografi (IMAHAGI) yang senantiasa bergelut dengan obyek geografi. Tentu saja masih banyak komunitas pecinta dan pemerhati masalah kegeografian yang bisa mensosialisasikan eksistensi seluk beluk geografi kepada masyarakat.

Bagi ilmuwan, bukan hal yang tabu untuk bertanya, berburu ilmu (browsing) ke internet dan melakukan joint atau kerjasama dengan disiplin ilmu yang lain.

Joint: InaTEWS Indonesia Tsunami Early Warning system, Kementrian Riset dan Tekhnologi, BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, LIPI, BPPT Badan Ppengkajian dan Penerapan Tekhnologi, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, IPB, ITB, CARE internasional, IRI Internasional Research iNstitution Climate dan Society.

Sabtu, 19 Juli 2008

Sabtu, 14 Juni 2008

UNIVERSITAS KEHIDUPAN

Oleh Sumarjo, S. Pd*

Belajar merupakan kebutuhan bagi setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Pada dasarnya setiap orang ingin maju, berkembang, dan menjadi lebih baik. Inilah proses belajar, dan kesadaran ini juga muncul karena proses belajar. Sayangnya tidak semua orang di bumi ini punya kesempatan belajar, terutama di sekolah atau lembaga atau kelompok-kelompok resmi dalam masyarakat. Jika mereka tidak sempat sekolah apakah mereka tidak bisa hidup? Ternyata bisa! Mereka tetap bisa hidup, bahkan mampu berkarya, menciptakan budaya dan peradaban di muka bumi.

Contoh paling primitif dan terkuna bagi sejarah kehidupan manusia adalah ketika dua putra Nabi Adam yakni Habil dan Qobil berseteru hingga terjadilah peristiwa pembunuhan yang pertama. Dalam kisah itu untuk memperebutkan pasangan hidup, Qobil rela membunuh saudara kandungnya yaitu Habil. Ketika peristiwa sudah berlangsung, Qobil bingung bagaimana menghilangkan jejak dan mengubur jasad saudaranya. Saat itulah Qobil melihat pertarungan dua hewan antara burung dengan ular yang dimenangkan oleh burung. Selanjutnya burung tersebut mencakar-cakar tanah untuk kemudian menyeret bangkai ular dan ditanamlah bangkai tersebut di dalam tanah. Begitulah ilustrasi sederhana tentang proses belajar.

Selama ini belajar identik ada di dalam kelas, duduk manis, mendengar, menulis, menjawab pertanyaan guru kemudian ujian, dan lulus. Inilahlah contoh ‘ideal’ seorang murid jaman dahulu. Banyak contoh membuktikan setelah lulus sekolah atau kuliah, anak ini bingung mau apa? Yang bisa dilakukan akhirnya dengan mencari kerja, menunggu dan menunggu pekerjaan. Jika tidak dapat pekerjaan akhirnya jadi pengangguran, berarti menjadi beban masyarakat dan negara. Inilah hasil pendidikan kita!

Fakta di lapangan banyak orang yang tidak lulus dari bangku kuliah namun mampu mengubah dunia. Bill Gates misalnya, karena ketekunan mampu menciptakan dan mengelola perusahaan komputer dan mampu mengubah dunia dengan perusahaan software microsofnya. Mereka yang sukses di dalam kehidupan karena bisa belajar dari kehidupan. Artinya belajar tidak harus di bangku sekolah namun belajar bisa lewat mana saja termasuk lewat kehidupan sehari-hari. Inilah belajar yang sesungguhnya yang kita sebut ‘universitas kehidupan’.

Belajar sesungguhnya tidak harus dibangku sekolah atau bangku kuliah. Belajar disana dikatakan mengenyam pendidikan formal, padahal pendidikan bisa dilakukan dimana saja. Semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru. Pengalaman adalah guru yang paling baik. Sejarah adalah guru besar dalam kehidupan. Belajar model ini dikatakan pendidikan non formal. Pendidikan formal maupun non formal sama untuk membentuk manusia menjadi lebih baik. Disini kita tidak akan membahas mana yang lebih baik. Seorang yang belajar di lembaga formal mengatakan bahwa pendidikan non-formal lebih humanis dan match (sesusai) dengan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Sementara orang yang mengikuti pendidikan non formal menilai pendidikan formal lebih menjanjikan, lebih diakui masyarakat/negara sehingga menjadi tujuan dan harapan masyarakat. Pandangan ini bisa dikatakan sesuai dengan pepatah ‘rumput tetangga lebih hijau’. Karena itu antara lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal mesti saling melengkapi, menyesuaikan dan bersama-sama membangun masyarakat, tanpa perlu merasa rendah diri atau merasa lebih hebat antara yang satu dengan yang lain.

Berikut penulis paparkan pengalaman selama mengikuti kuliah pendidikan profesi atau pendidikan sertifikasi di Universitas Negeri Malang (UM). Untuk meningkatkan kompetensi dan membentuk guru yang profesional sesuai dengan amanat UU tentang pendikan nasional, bagi guru yang belum ikut portofolio dan memenuhi syarat tertentu di beri kesempatan untuk pendidikan sertiifikasi selama 2 semester. Pengalaman penulis selama mengikuti pendidikan tersebut sangat banyak. Diantaranya, jika selama ini kami cukup puas dengan mengajar memenuhi tugas tatap muka minimal 18 jam, kemudian ‘khotbah’ di depan kelas dan ada sedikit variasi pembelajaran dengan pendekatan Contekstual Teaching and Learning dengan diskusi, game dsb., kemudian mengadakan ulangan harian, tugas, ujian mid dan uji kompetensi akhir semester. Untuk mengajar, kami membuat program, mengikuti silabus yang ada dengan melihat standar isi yang ada, kemudian membuat persiapan dengan membuat RPP yang cenderung “copi paste” dari guru lain. Sudah! inilah guru yang baik. Begitulah pandangan penulis.

Dengan menjadi ‘mahasiswa’ di UM selama ini, kami banyak mendapat pencerahan. Secara teoritis sebagai guru bersertifikasi yang profesional, guru dituntut memiliki delapan kompetensi, dan syarat-syarat administrasi lain yang terlalu ‘heboh’ jika dibahas disini. Penulis ingin menyampaikan di luar kajian teoritis yang bersifat akademis. Kadang yang kami dapatkan dari para dosen pengampu, sebagai ‘mahasiswa tua’ justru lebih menyentuh nurani dan kesadaran kami tentang hakikat kehidupan. Karena memang sesuai dengan perkembangan kognitif dan psikologi kami yang tidak lagi mampu menghapal materi mata kuliah. Kami sudah mulai berpikir tentang hakikat dan makna kehidupan. Sehingga jika di dalam kelas kami diajak berbagi pengalaman dan motivasi dalam menjalani hidup kami lebih antusias dan punya semangat membara untuk membaginya kepada anak didik setelah kembali ke tempat tugas kita nantinya.

Rasanya tidak sabar untuk berbagi ilmu tingkat tinggi ini kepada anak didik kami satu tahun yang akan datang, kami ingin berbagi kepada masyarakat umum, khususnya pembaca yang mulia pada kesempatan ini. Dengan tidak mengurangi hormat kami kepada para dosen pengampu di kelas kami yang rata-rata Doktor dan Profesor, kami merasa mendapat kehormatan untuk itu. Banyak ilmu yang kami dapatkan, pada kesempatan ini hanya dua yang bisa kami sampaikan, diantaranya apa yang disampaikan Bapak Prof Dr Eddy Purwanto, M Pd. Beliau melontarkan bahwa sekarang ini ada fenomena ‘kampus pindah di pasar dan pasar pindah ke kampus’. Apa maknanya?

Fenomena ini ada dalam keseharian kita, namun apa sempat kita cermati? Kita lihat, sekarang ini pasar tidak lagi bau amis, jorok, panas, ramai, kacau dan semrawut. Pasar sekarang harum, dingin, tenang, ramah dan teratur. Pasar sekarang tidak ada pedagang yang berisik, norak dan ribut menjajakan barang dagangannya. Para pengunjungpun santun, tertib dan tidak berani menawar. Inilah pasar modern yang dinamakan swalayan, hipermarket atau mall. Mana berani pengunjung menawar? Semua cukup membaca label harga yang ada, cocok, bungkus!

Sementara di sebagian kampus, kita lihat ada peminta-minta, rumput liar, dan keriuhan para mahasiswa ketika tidak ada guru atau dosen. Dengan alasan menghilangkan stress karena berbagai tugas dan beban lainnya banyak mahasiswa menghabiskan waktu di kampus untuk mengobrol, ketawa-ketiwi, bahkan terbahak-bahak. Kondisi ini tidak hanya di luar gedung kampus, didalam ruang kuliahpun mereka bercanda tiada henti, bahkan di perpustakaanpun bisa mengobrol non stop. Kenapa waktu yang ada tidak dimanfaatkan untuk membaca? Bukankah ilmu bisa di dapat dari buku? Bukankah banyak informasi dari papan-papan pengumuman? Mengapa informasi ini diacuhkan saja?

Mungkin ada yang perlu kita hidupkan lagi di dunia kampus kita yaitu tradisi dan kecintaan membaca. Bercanda memang perlu untuk mengendorkan ketegangan otak. Namun perlu diingat bahwa banyak tertawa akan mematikan hati. Bagaimana jika hati para akademisi dan ilmuwan mati? Pantaslah jika di dunia kampus, masih sering kita dengar perkelahian antar mahasiswa, antar fakultas atau antar perguruan tinggi. Disana ada kompetisi, namun kompetisi jalanan. Dimana intelektual, logika dan kepedulian mereka? Tulisan ini mencoba membuka mata dan hati kita bersama, bukan untuk menyalahkan atau menghakimi.

Ilmu tentang kehidupan yang kedua, ingin penulis paparkan disini. Falsafah ini penulis dapatkan dari dosen muda yang cerdas, energik dan santun. Beliau menjadi Doktor termuda pada usia 29 tahun. Dalam sebuah kuliah, Bapak Dr Ludi Wishnu Wardana, S.T., S.E., S. Pd., MM menyampaikan falsafah hidup Ninja, “Seorang Ninja tidak akan pernah mengeluh atau putus asa meski hanya membawa tatung ketika lawannya membawa katana”. Tatung adalah pedang pendek dan katana adalah pedang panjang. Apa maknanya?

Kita tidak boleh menyerah. Apapun kondisi kita, jangan mendahului kehendak Tuhan. Novel ilmiah tertralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata memberi inspirasi kepada kita, bahwa kita tidak boleh menyerah dengan keadaan. Kita bangun mimpi untuk kita wujudkan. Banyak yang menilai berbagai kelemahan di dunia pendidikan kita, dari kurikulum yang terlalu padat, sering ganti-ganti, pendidikan yang mahal, ujian nasional yang mematikan sampai pada kompetensi guru yang rendah dan tidak adanya link and match antara Perguruan Tinggi dengan dunia kerja. Menyelesaikan masalah pendidikan seperti mengurai benang kusut tercebur di lumpur. Seperti itukah?

Untuk keluar dari masalah kita tidak cukup mengeluh, apa yang bisa kita lakukan, lakukan sekarang! Dari mana kita memulai, dari mana saja dan pada posisi apa saja kita mampu memulainya. Sebagai guru, tidak perlu menunggu petunjuk dari Kepala Sekolah atau dinas untuk berkarya. Mengajar dengan hati, selalu inovatif, memahami kondisi siswa, lentingkan potensi anak setinggi mungkin. Kerahkan segala daya dan upaya dan semua potensi kita (meskipun kecil) untuk memperbaiki dunia pendidikan, untuk membawa Indonesia sejajar dengan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia mampu keluar dari berbagai masalah yang multikrisis ini lewat jalur pendidikan. Eropa, Cuba, Jepang, Korea sudah membuktikan. Kapan Indonesia???

*Sumarjo, S Pd.

Guru SMP N 9 Yogyakarta

Peserta Pendidikan Sertifikasi guru melalui jalur pendidikan di Universitas Negeri Malang (UM) NIM 007401054517